Asri Fitriasari

Dokter Gigi | Founder KIMI | Your Decluttering Companion 🍀

Life Coaching part 2

Wait,

Kalian udah baca Life Coaching part 1 kan? Harus baca dulu yaaa biar nyambung..

Oke, sampe mana kemarin? Oyaa sampe sesi wawancara. Sesi yang berjalan tidak sesuai dengan ekspektasi saya.

Hari itu di PVJ, saya dan Atha, teman yang selalu dengan sukarela diracunin ikut ini itu sama saya heuheu, bersiap untuk diwawancara langsung oleh Teh Irma. Saat itu ada tiga kandidat yang menyerahkan diri untuk jadi calon anak LC batch 10. Saya, Atha, dan satu wanita lagi. Wanita yang sudah menikah dan punya satu anak.

Kami diwawancara secara bersamaan dan langsung ditembak dengan satu pertanyaan pamungkas,

“Kenapa lo mau ikut Life Coaching?”

To the point a la Mamak.

Saat itu saya jawab,

“Ingin punya hidup yang lebih baik lagi, Teh..”

“Ah jawaban lo standar banget. Normatif banget..”

“Emm.. Pengen mengenal Allah lebih jauh lagi, Teh…”

“Yaa ngaji.. Ke ustadz atau ustadzah. Jangan ama gue.. Gue aja masih belajar..”

“Emmm.. Pengen ngebenerin hidup, Teh..”

“Kenapa harus sama gue? Kan banyak pelatihan di luar sana. Lebih cepat. Dan jauh lebih murah. Ikutan yang lain aja. Jangan sama gue..”

“Emmmm… Pengen jadi istri shaleha dan ibu yang baik, Teh..”

“Datang ke pengajian, bukan ama gue…”

“Emmm…”

Gue cuma bengong, satu pertanyaan yang udah gue jawab dengan berbagai macam jawaban tetap gak masuk akal buat doi. Gue bingung.

“Haaaah lo aja gak tau pasti lo sebenernya mau apa, malah mau coba-coba ikut kelas gue. Kan mahal. Dan gue gak kasih jaminan duit kembali yaa.”

“Emmmm justru itu Teh. Gue pengen ngerti sebenernya diri gue itu siapa dan kudu gimana…”

“Terus???”

“Yaa makanya pengen ikut Life Coaching..”

“Terus???”

“Biar gue sadar sama diri gue sendiri. Biar gue waras-an Teh…”

“Terus???”

Ini soulhealer apa tukang parkir sih. Teras terus teras terus doang daritadi. Hiks.

Gue diem. Gue cuma bisa menatap Teh Irma hopeless. Kami bertiga menjawab secara bergantian dan gak ada satu pun jawaban yang memuaskan dia.

“Gue kasih gambaran dikit yaa tentang Life Coaching ini. Gue gak pake kurikulum. Tiap orang akan berbeda treatment nya dan sangat spesifik. Gue hanya akan mendampingi lo untuk membuka topeng dan akar dari setiap masalah lo, yang mungkin akan bikin lo sesak napas untuk mengakuinya. Keberhasilan sepenuhnya ada di tangan lo. Gue tidak menjamin apapun. Itu bukan hak gue. Itu tergantung usaha lo untuk mau berubah dan memperbaiki semuanya dan gimana Allah juga mau dibikin kayak apa hidup lo. Karena lo bertiga muslim, gue akan berbicara tentang aqidah lo sebagai muslim. Gue ogah yaa kalau lo lakukan semua ini untuk orang lain, atau gak enakan ama gue misalnya, atau siapapun. Ini untuk lo sendiri dan Allah. Karena di kontrak nanti kita akan berjanji bareng atas nama Allah. Janji lo bukan sama gue. Janji lo sama Allah. Gue pun janjinya sama Allah untuk melakukan yang terbaik dari keilmuan yang gue miliki untuk mendampingi lo. Dan itu gak main-main.. Lo harus trust sama gue dan lo bersedia komit untuk ngerjain tugas yang gue kasih. Jangan setengah-setengah. Apalagi coba-coba.”

Gue nyimak. Teh Irma cerita tentang segala pengalaman doi meng-coaching anak-anak didiknya atau yang biasa dia sebut Bangkoters. Ada yang berhasil, ada yang gagal. Ada yang terus lanjut, ada yang menyerah di tengah jalan. Intinya kami harus siap benar-benar dibuat jujur sama diri sendiri, sakit, bangkrut, berdarah, dan terluka atau kehilangan materi yang memang harus hilang.

Serem sih dengerinnya. Ini kok yaa kayak mau ngapain ajaa.

Dan hal paling berat menari-nari di kepala saya saat itu adalah, saya belum izin sama suami untuk menjalani setiap proses ini.

Saya agak ragu jadinya saat itu. Laki gue ngijinin gak yaa..

Tapi saat itu di pikiran saya adalah saya benar-benar ingin berubah secara kontinu dan serius seserius-seriusnya. Saya yakin bahwa apa yang terjadi dalam hidup saya, jatuh bangunnya datang dari diri saya sendiri dan bentuk ujian hidup dari Tuhan agar saya terus naik kelas. Bukan karena anak yang susah diatur atau pasangan yang rese.

Saya harus fokus dengan serius memperbaiki diri saya sendiri. Now or never... Untuk kehidupan yang lebih baik.

Pada akhir sesi wawancara saya bilang sama Teh Irma,

“Pengajian yang terakhir gue ikutin mengajarkan gue tentang makna kematian. Makna hidup sebagai tempat satu-satunya berburu bekal pulang saat mati nanti. Tapi gue belum ngerti sepenuhnya gimana caranya hidup yang benar dan bagaimana caranya siap untuk menyambut kematian. Makin ke sini hidup gue makin kusut dan gue merasa linglung harus bertanya dan bercerita ke siapa tentang segala kegalauan yang gue alami. Gue butuh guru kehidupan yang nemenin gue, yang bisa gue ajak diskusi secara objektif untuk menjawab setiap teka-teki hidup yang sedang gue alami. Udah sekian banyak seminar dan pelatihan gue ikuti. Tapi kesemuanya hanya menjawab kegalauan gue di permukaan aja. Setelah gue baca 4 buku yang Teteh tulis. Gue menemukan sesuatu yang berbeda. Gue akan serius mengikuti Life Coaching ini semampunya gue. Tujuan gue tentu hanya Allah. Benar-benar Allah. Karena dari pengajian sebelumnya gue paham bahwa semua yang ada di sekitar gue hanyalah perangkat yang menemani gue mengenal Allah. Jadi gue ikut LC ini adalah cara gue ngaji. Cara gue mengenal diri gue sendiri. Cara yang mungkin gak harus sama dengan orang lain, tapi gue pilihnya ini. Apalagi di LC ini Teteh beneran pegang setiap dari kita secara private dan personal. Gue siap dengan apapun konsekuensinya selama proses coaching nanti.”

Saya gak tau deh yaa. Apakah pemaparan tersebut berhasil meyakinkan Teh Irma untuk meloloskan saya jadi salahsatu muridnya apa kagak. Saya cuma bisa pasrah. Cuma itu yang saya rasakan. And for your information, ketika wawancara pun actually saya belum tau duitnya darimana buat bayar program LC tersebut haha.

Saya cuma punya Allah. Itu aja.

Teh Irma pun berkali-kali mewanti-wanti kalau program ini cukup mahal biaya nya. Tidak ada jaminan akan pasti berhasil. Dan selama prosesnya nanti akan banyak kejadian tak terduga yang bikin kita engap-engapan.

Emang pada dasarnya saya udah hopeless, desperate dan butuh pencerahan 2016, saya siap. Saya menyerahkan sepenuhnya sama Allah. Kalau lolos dan ada rezekinya berarti ini adalah bagian dari episode hidup saya. Kalau bukan yaa saya cari yang lain, cari cara untuk betul-betul paham tentang hidup kudu gimana agar tenang dan mati dengan damai.

Alhamdulillah beberapa minggu setelah wawancara saya di-invite ke Grup WA Life Coaching 10 oleh Uni Laura. Saya sudah masuk jadi kandidat Bangkoters dan bersiap untuk tanda tangan kontrak dan menyiapkan uang untuk biaya administrasinya. HA!

Nah, gimana ceritanya saya bisa dapat izin suami dan uang untuk ikut LC? Dan bagaimana kesan-kesan menjadi anak LC di bulan pertama??

Di postingan berikutnya yaaa. Bersambung lagi berhubung ada kerjaan lain yang harus diberesin hehe..

Semoga penasaran 😊

One response to “Life Coaching part 2”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: